9D THE BEST ALUMNI SMP N 1 CILEDUG

Jumat, 13 Februari 2009

MATRIALISTIS PENDIDIKAN

OLEH: - SENTOSA EKA PURNAMA

Perguruan tinggi merupakan suatu wadah yang digunakan untuk Research & Development (R&D) serta arena penyemaian manusia baru untuk menghasilkan generasi yang memiliki kepribadian serta kompetensi keilmuan sesuai bidangnya. Secara umum dunia pendidikan memang belum pernah benar-benar menjadi wacana publik di Indonesia, dalam arti dibicarakan secara luas oleh berbagai kalangan, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung dengan urusan pendidikan. Namun demikian, bukan berarti bahwa permasalahan ini tidak pernah menjadi perhatian.



Munculnya berbagai cara yang mengarah pada pelanggaran etika akademik yang dilakukan perguruan tinggi kita untuk memenangkan persaingan, menunjukkan bahwa pendidikan kini cenderung dipakai sebagai ajang bisnis. Pola promosi yang memberikan kemudahan dan iming-iming hadiah merupakan suatu gambaran bahwa perguruan tinggi tersebut tidak ada inovasi dalam hal kualitas pendidikan. Kecenderungan tersebut akan menghancurkan dunia pendidikan, karena akhirnya masyarakat bukan kuliah untuk meningkatkan kualitas diri, melainkan hanya mengejar hadiah & gelar untuk prestise. Kondisi pendidikan tinggi saat ini cukup memprihatinkan. Ada PTS yang mengabaikan proses pendidikan. Bahkan ada PTS yang hanya menjadi mesin pencetak uang, bukan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Hal Ini yang membuat persaingan menjadi semakin tidak sehat.
(Tata Sutabri S.Kom, MM)

Premis untuk memulai pendidikan berwawasan global adalah informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran kita bahwa kita akan dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila kita dapat memahami hubungan terhadap masyarakat lain, dan isu-isu global sebagaimana dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Csikszentmihalyi yang dalam bukunya berjudul the Evolving Self : Apsychology for the Third Milllenium, 1993. Beliau menyatakan bahwa perkembangan pribadi yang seimbang dan sehat memerlukan “an understanding of the complexities of an increasingly complex and interdependent word”.

Fleksibel-adaptif, artinya bahwa pendidikan lebih ditekankan sebagai suatu proses learning daripada teaching. Anak didik dirangsang untuk memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu yang harus dipelajari dan continues learning. Tetapi, anak didik tidak akan dipaksa untuk dipelajari. Sedangkan materi yang dipelajari bersifat integrated, materi satu dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-sistem environment. Pada pendidikan tersebut karakteristik individu mendapat tempat yang layak.

Kreatif demokratis, berarti pendidikan senantiasa menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa menghadirkan suatu yang baru dan orisinil. Secara paedagogis, kreativitas dan demokrasi merupakan dua sisi dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak akan ada proses kreatif, sebaliknya tanpa proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki makna.(Renggani, Spd.SH)


Payahnya, gejala pragmatisme telah menyergap dan menyeruak pada berbagai aktivitas manusia, baik di keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat. Orang dapat melakukan apa saja asal bisa mencapai keinginan, tanpa mempedulikan proses yang ditempuh itu benar atau salah.
Seharusnya orang bisa menjadi kaya karena kerja keras dan hidup hemat. Namun kini justru banyak dijumpai orang yang enak-enakan tapi dapat mendatangkan uang banyak seperti menjadi koruptor. Hanya dengan kekuasaannya, orang bisa mengalirkan bergebok-gebok uang dalam rekening pribadi dan deposito, baik mereka yang berprofesi anggota legislatif, hakim, pengacara, birokrat, penanggung jawab proyek, yang semuanya adalah orang-orang berpendidikan.
Terkait dengan ini, Prof Dr Suyanto di hadapan peserta workshop Koalisi Antarumat Beragama Antikorupsi, di Yogyakarta, beberapa waktu lalu, menyatakan keheranannya bahwa sesungguhnya sebagian besar para koruptor di negeri ini diyakini saat duduk di bangku sekolah atau pendidikan termasuk siswa pandai. Bahkan nilai mata pelajarannya terbilang cukup tinggi di atas rata-rata kemampuan siswa lainnya. Namun, bagaimana mungkin siswa yang begitu cerdas itu begitu lulus sekolah menjadi koruptor? Apakah memang ada yang salah dalam sistem pendidikan di negeri ini? Ini agenda bagi Mendiknas pemerintahan SBY untuk menjawab dan menyelesaikannya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar