9D THE BEST ALUMNI SMP N 1 CILEDUG

Jumat, 13 Februari 2009

Artikel sains

Tugas:TIK
Oleh :MOH.Rizal Suparman p
KELAS :9D
Sains dalam prespektif lintas agama
Tema:Sains & agama

Sains dan agama , dua hal yang di dalam pemahaman saya sebagai awam selalu menggelitik, mengundang pertanyaan didalam hati. Saya yakin bukan hanya saya seorang diri yang merasakan hal ini.
Seperti kita pahami dalam catatan sejarah kita tentang masuknya ajaran Islam ke wilayah Nusantara (baca:tak perlu saya uraikan disini karena akan mengundang banyak perdebatan dan anda bisa membacanya sendiri dibuku-buku sejarah).
Tuhan bersabda dengan segala kemahakuasaannya agar para umatnya menyembah dan mengikuti aturannya. Tidak ada kata enggan atau kata tidak. Tunduk atau patuh adalah inti dari ketertundukan pada kemahakuasaannya. Nabi atau Orang suci bersabda atau berkata, dan dia harus dituruti dan dijalani segala petuah atau petunjuk atau larangannya. Dan dogma-dogma muncul dari dalamnya. Landasan agama (entah itu yang memiliki aspek ketuhanan atau teologis, maupun yang tidak memiliki aspek tersebut) meletakkan dasar atau fondasi kepatuhan dan kepercayaannya pertama kali pada dogma: Tiada Tuhan Selain Allah. Yesus adalah Putra Allah. Ikuti ajaran Buddha. Angka hadir di dunia. Matematika pun mengolahnya. Rumus-rumus, aturan-aturan, persamaan-persamaan lahir dengan bentuk keindahan dari dalamnya. Kita menghitung, kita menjumlahkan, kita mengurangkan, kita mengalikan, kita membagi, kita mengintegralkan, kita mengakarkan, kita mengurutkan, kita membuat grafik, dan sebagainya. Semua bermula dari beberapa premis dan aturan. Angka, aturan pengalian atau penjumlahan, dari mana semua itu datangnya? Dogma dan Doktrinlah. Tidak ada satu premispun atau satu aturanpun yang mampu dijelaskan secara lengkap. Premis adalah titik henti dalam dogma matematika, demikian pula aturan didalamnya, dari sanalah kemudian dikembangkan kekomplekan rumus dan kenjlimetan aturan atau angka. Semua berawal dari Dogma. Fisika berusaha mengukur menelisik dan meramalkan dunia. Waktu menjadi detik, menit, jam, hari dan seterusnya. Benda benda memiliki massa, timbangan-timbangan ada dimana-mana untuk mengukurnya. Ruang terukur dengan meter, centimeter, kilometer dan seterusnya. Rumus-rumus dunia disingkapkan. Dunia itu perpaduan antara besaran-besaran dasar atau pokok. Kemudian dari perpaduan besaran-besaran pokok tersebut lahir besaran turunan. Tapi apa itu waktu? Apa itu massa? Apa itu jarak? Dia hanya dapat diukur dan tak mampu didefiniskan hakikatnya. Waktu, massa, jarak adalah dogma Fisika. Ahli fisika pun terdiam jika disodori pertanyaan ini. Kita hidup, berputar, berlari, berdiri, berfikir, merasa, melihat, mendengar, mengecap. Kita kemudian belajar, kita berkomunikasi, kita membaca, kita menulis, kita bisa membuat, kita bisa menjalin cinta, kita bisa terpanah panah amarah. Kita, manusia, bersosialisasi, mengenal orang lain yang mirip dengan diri kita, bercanda, tertawa, menangis. Kita membangun kepercayaan, kita membangun keyakinan, kita menambah pengetahuan. Semuanya berawal dari kenyataan bahwa kita ada. Dan semua ada karena indra kita. Entah itu indera rasa pikir, atau rasa jasad. Entah itu sensasi emosi atau hati, atau sensasi mata atau telinga. Indera kita adalah dogma kita. Kita terdogma oleh indera. Dari sanalah keyakinan kita akan segalanya berawal. Keyakinan pada agama, matematika, atau fisika.
Kemudian umat islam menghembuskan pembongkaran sains dalam al-qur’an, Dengan demikian ada semacam persamaan metodologi dalam mempelajari al-quran dan sains padahal kedua hal tersebut pada hakekatnya mempunyai pendekatan metodologis yang berbeda. Dimana agama dimulai dari keyakinan dengan metode yang dogmatis dan menggunakan teori kebenaran yang doktriner, sedangkan sains dimulai dengan keraguan yang menerapkan konsep kebebasan dalam penjelajahan dunia sains dengan menggunakan metode ilmiah sebagai landasan dan pencarian kebenaran. Bisa ditebak bahwa pemateri dari islam membawa misi dan kepentingan islamisasi sains. Ada ketimpangan pemahaman ditingkatan banyak umat islam penganut faham islamisasi sains yaitu bahwa sebenarnya apa yang telah ditemukan dan dikembangkan dalam ranah sains dan teknologi sudah ada lengkap dan sesuai dalam al-quran, sehingga banyak dari kalangan muslim yang mencaricari dalil dari ayat al-quran untuk mengembel-embeli atau menjustifikasi bahwa kebenaran ilmiah juga diterima dan sesuai dengan al-quran, akhirnya al-qur’an hanya difungsikan sebagai alat legitimasi dan klaim belaka, tindakan ini tentunya tidak arif jika memang benar bahwa tujuan dari islamisasi sains adalah menggali al-quran dalam kaitannya dengan ketertinggalan umat islam atas non muslim tapi caranya mestinya bukan dengan mengislamkan sains karena dengan demikian akan lebih membatasi ruang gerak penjelajahan keilmuan, apakah mungkin metode doktriner yang kebenarannya dianggap mutlak bisa sejalan dengan metode bebas yang kebenarannya relatif dan semua pihak boleh menguji dan memfalsifikasi, terbuka, netral dan tidak dogmatis, yang suatu saat bisa ditumbangkan dengan teori baru yang lebih valid.
Artinya disini ada tuntunan utk mencari dan memahami sais dalam al-qur'an yang secara tersurat maupun yang tersirat dengan menggunakan ijtihad atau naralnya .
Secara garis besar , menurut saya terdapat dua aliran besar dalam memahami sains dan keterkaitannya dengan agama.


Sumber :www.Bambangfals.phpnet.us
www.mail-archive.com
one.indoskripsi.com
trisetyarso.wordpress.com


Di posting tanggal:Sabtu, 14 februari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar